Menjadi Madu
Menjadi Madu
Madu
adalah sebuah cairan yang manis dan dapat menjadi obat bagi manusia. Sedangjkan
memberi tidaklah harus berwujud materialis.Memberi madu berarti bahwa hendaklah
kita senantiasa menebarkan kebaikan pada sesame. Salah satu bentuknya ialah
memberikan nasihat atau mau’idhoh terhadap diri sendiri maupun orang
lain. Memberi nasihat yang baik adalah dengan tetap memiliki sikap tawadhu’
(renda hati), jauh dari sombong serta ujub (membanggakan diri sendiri). Nasihat
yang baik tentu akan datang dari dari dalam hati yang bersih dan ikhlas, karena
sesuatu yang datang dari hati maka akan bermuara ke hati pula.
Madu |
Seperti
halnya kutipan dari pepatah islam kuno yang mengatakan bahwa, “Perkataan
ahli ikhlas dan jujur adalah cahaya dan penuh berkah meski disampaikan dengan
lisan yang tidak fasih, sedangkan kalam ahli pamer adalah penuh kegelapan meski
disampaikan dengan lisan fasih”. Termasuk perkataan dalam petuah
tersebut adalah penyampaian sebuah nasihat terhadap diri sendiri terlebih lagi
orang lain. Nasihat yang disampaikan hendaklah didasari ketulusan serta ilmu
pengetahuan yang tidak menyimpang syariat.Namun jika sekiranya diri kita masih
merasa rendah, bodoh, sering berbuat dosa maka jangan minder untuk tetap saling
menasehati.Karena setidaknya saat itu kita sedang menasehati diri sendiri.
Bayangkan
saja ketika semisal sudah menasehati bahwa menggunjig adalah perbuatan buruk
dan dibenci oleh Rasulullah SAW, karena hal tersebut diibaratkan seperti
memakan bangkai daging saudaranya sendiri (menjijikan). Tentu saja kita akan
malu jika sudah mengatakan hal tersebut namun masih terus menggunjing, bukan
begitu?
|
Tidak
hanya sebatas memberi nasihat saja, namun pemberian non materil yang juga
begitu berguna diantaranya ialah :
Ø
Memaafkan
orang lain
Ø
Mendoakan
sesama
Ø
Berbaik
sangka terhadap manusia maupun Sang Pencipta
Ø
Serta
menahan diri dari membicarakan keburukan orang lain.
Semua itu termasuk kategori
shodaqoh bathiniyah yang akan berdampak pula pada perbaikan moralitas.
Merusak Sekitar
Seperti
yangtelah dikatakan di depan bahwa hendaklah kita menjadi seperti seekor lebah
yang senantiasa memberi madu tanpa merusak sekitar. Memberi nasihat adalah
suatu tindakan yang baik da bermanfaat layaknya lebah yang member kemanfaatan
madu bagi manusia.Namun ternyata banyak dari kita yang ternyata dalam
menasehati juga timbul beberapa hal yang dapat merusak amal baik diri sendiri
maupun yang menerima nasihat. Bagi orang yang belum tahu menahu sama sekali
perihal syariat agama islam, jika dalam menerima nasihat Ia telan begitu saja
tanpa melakukan tabayyun padahal nasihat itu berupa hukum tertentu yang
justru keliiru, tentu hal tersebut akan menyesatkan baginya. Jadi salah satu
hal kekeliruan dalam memberi nasihat yaitu memberikan mauidhoh atau
nasihat tanpa didasari ilmu pengetahuan yang sesuai dengan syariat islam.
Ø
Ulama
atau kyai tersebut belum memiliki kapasitas keilmuan yang memadai, namun begitu
berhasrat untuk memberikan tausiyah pada public atau masyarakat.
Ø
Orang
tersebut memang hanya ingin mencari popularitas semata.
Ø
Mengharapkan
suatu tendensi atau pamrih dalam menyampaikan nasihat, dan bukan karena Allah
semata.
Serta masih banyak lagi kemungkinan yang dapat terjadi
pada orang tersebut. Karena justru mereka lah yang dikhawatirkan oleh
Rasulullah pada akhir zaman, yaitu munculnya ulama su’ yang hanya akan
membingungkan umat nya karena memberikan nasihat, mauidoh, maupun fatwa-fatwa
yang saling bertentangan dengan syari’at agama islam. Nasihat dan fatwa yang
keliru juga dapat dikatakan maksiat jariah.Saat seseorang
memberikan petunjuk namun justru bertentangan dengan syariat islam lalu amal
ibadahnya yang berupa ushuliyah dan bukan furu’iyyah keliru, maka orang yang
menyampaikannya pun berdosa juga. Apalagi zaman sekarang tidak sedikit yang
mencari sumber referensi hanya dari internet, atau lebih ngetrend nya
berguru pada syeikh google.Jelas sekali di situ syaitan mempunyai
peluang yang sangat besar dan mudah untuk menyesatkan
orang tersebut
karena silsilah keilmuwannya yang tidak jelas. Setelah mendapat satu atau dua
hadits yang dikiranya sesuai dengan yang diinginkannya lalu ia berkoar-koar mengatasnamakan
Rasulullah SAW bersabda, atau para shahabat telah mengatakan dari Nabi SAW, dan
sebagainya. Dan tempat orang tesebut jelas sekali tidak lain adalah di neraka,
seperti yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW
|
مَن كَذَّبَ عَليّ مُتَعَمِّدًا فَليَتَبَوّأ مَقعَدَهُ مِنَ النَّارِ
(رواه البخارى المسلم)
Artinya
: “barangsiapa yang berdusta atas (nama) ku (Rasulullah SAW) dengan sengaja
maka tempat kembalinya ialah neraka” (HR Bukhari Muslim)
Padahal dalam mencari seorang guru atau kyai, alangkah
baiknya jika sanad keilmuwannya jelas dan baik. Minimal beliau-beliau
menggunakan referensi dan mengikuti apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW
melalui Jumhur ulama yang masyhur. Sehingga dalam menuntun umat
tidak akan sembarangan dalam memberi nasihat atau fatwa.
Post a Comment for "Menjadi Madu"