Kisah Murid yang Menjengkelkan
Murid yang menjengkelkan
Sebagai seorang pendidik tentu hal
yang biasa memiliki seorang murid yang beraneka ragam karakter dan
wataknya.Mulai dari yang pintar namu kurang sopan, beradab namun kurang pintar,
pintar lagi sopan atau bahkan tidak kedua-duanya.Pada hakikatnya tidak ada
murid yang pandai atau murid yang bodoh. Namun hanya saja ia sudah mengerti
terlebih dahulu serta mengingat selalu apa yang telah diajarkan kepadanya.
Sedangkan seseorang yang dianggap bodoh sebenarnya ialah karena dirinya belum
tahu saja atau sekedar lupa akan hal tersebut, jika sudah mengetahui dan ingat,
pasti akan terlihat sama saja kedua orang itu bukan?. Mindset seperti ini perlu
sekali ditanamkan kepada para penuntut ilmu maupun golongan pendidik supaya
sadar bahwa hakikatnya semua manusia berasal dari hal yang sama, tinggal
bagaimana dirinya mengembangkan potensi yang ada.
Indahnya Nyantri |
Sedangkan bagi para pendidik,
tinggal bagaimana dirinya menghadapai murid atau santri yang memiliki karakter beraneka
ragam.Tentulah harus menggunakan sikap yang bijak dengan tetap bersikap adil.
Perlu diingat bahwa kata adil tidak berarti sama rata dalam hal pemberian.
Misalkan saja saat orang tua memberikan uang saku terhadap anak-anaknya yang
bersekolah dari tingkat TK, SD, SMP, hingga SMA. Mereka diberi uang saku sesuai
dengan kadarkebutuhan dengan tanpa memberi kesan “pilih kasih”.
Begitu
halnya saat kita menghadapi siswa yang bandel, lagi menjengkelkan dengan siswa
yang taat lagi berbudi baik. Kalua kebanyakan pasti akan sering memarahi bahkan
menggunakan kekerasan dalam menghadapi siswa yang bandel. Menhadapi anak didik
yang bandel bukanlah dengan kekerasan atau kekejaman, karena memadamkan api
lebih mudah menggunkan air yang menyejukkan. Jika api dilawan dengan api,
bukankah malah api tersebut semakin membara?.Pernahkah njenengan guru
menasehati siswa bandel dengan mengajaknya makan bersama?Atau dengan gotong
royong kerjabakti bersama? Atau dengan memanggilnya dengan sebutan yang indah
atau seperti cita-citanya, misalkan mas bagus, cah gagah, professor, ustadz,
dan sebagainya.Jika belum, anda perlu mencobanya barang sekali atau dua kali
dengan tetap menjaga kewibawaan diri supaya tak diremehkan.
|
Resolusi yang saya pakai yaitu
dengan metode persuasif nan sederhana. Yakni dengan mengenali bakat atau hobi
yang mereka sukai untuk kemudian difasilitasi baik secara materil maupun moril.
Yang paling utama ialah fasilitas oril terlebih dahulu, sebagai missal yaitu
minimal kita menyukai juga apa yang menjadi hobi mereka walau barang sesaat.
Hal ini adalah bentuk persuasive singkat dan efektif untuk memahami keinginan
dan tujuan mereka sesungguhnya serta menarik simpati juga perhatiannya. Barulah
setelah itu kita dapat mengarahkan mereka sesuai kondisi yang ada dan paling
memungkinkan menuju apa yang diharapkan.
Karena pada
fitrahnya, manusia terlahir dengan penuh kelembutan dan membenci kekerasan,
maka hal-hal persuasive tersebut sangat perlu untuk ditingkatkan dalam memberi
nasihat dan ajakan kebaikan.Memang benar, sebagian pepatah mengatakan bahwa kesadaran
seseorang itu relative, ada yang dengan perkataaan mereka mengerti, ada yang
dengan perbuatan baru paham dan ada yang dengan kedua-duanya.Setidaknya
dalam kalimat tersebut tidak tercantum kata kekerasan. Karena jika memang
terdesak dan diperlukan , maka lebih tepat ketegasan dan bukan kekejaman.
Menjadi washilah untuk menarik kita
ke syurga
Bagaimana
mungkin murid yang menjengkelkan malah justru yang paling berpeluang menjadi
washilah menarik seorang guru masuk syurga?Inilah yang jarang terfikirkan oleh
kebanyakan orang pada umumnya karena mereka lebih mengandalkan siswa yang
baik-baik saja sehingga mengacuhkan yang kurang baik. Padahal Allah SWT telah
membuka banyak pintu kebaikan melalui siswa atau santri yang menjengkelkan,
diantaranya yaitu :
Sabar
Ketika hati
seorang guru maupun kyai disakiti oleh santrinya yang ndablek, adalah
sejaitnya Allah SWT sedang menguji sejauh mana kesabarannya, sebagai tanda
bukti kecintaan Allah SWT kepada hamba yang dikasihi-Nya. Sebagaimana sabda
Rasulullah SAW yang berbunyi : Ø¥ٍÙ†َّ الله إذا Ø£Øَبَّ Ù‚َوماً
إبتَلاهٌÙ…
Artinya
: “sesungguhnya Allah SWT jika menyukai suatu kaum maka ( Dia ) menguji kaum
tersebut
Maka hendaklah kita sadari bahwa
kejengkelan kejengkelan yang dilakukan murid kita adalah suatu bentuk cobaan
dari Allah SWT agar kita bersabar dan tidak mengeluh.Apalagi jikalau sampai
kita memarah-marahi bahkan menyiksanya atas keburukan yang telah dilakukan,
maka sangatlah tidak pantas dan tak manusiawi. Dengan kata lain, kejadian
tersebut juga mengindikasikan akan tingkatan kesabaran kita yang masih rendah
sekaligus juga keimanan dalam diri.
Berdo’a
|
Ù‚ُÙ„ إنَماالعِلمُ عِندَالله
ÙˆَإنَماأنانَØ°ِيرٌÙ…ٌبِين
Artinya
: “Katakanlah (Muhammad) sesungguhnya ilmu itu ialah kepunyaan Allah, dan
sesungguhnya saya hanyalah seorang pemberi peringatan yang jelas”
Dengan
mengetahui keterangan ayat diatas, hendaknya seorang pengajar yang benar-benar
mendedikasikan dirinya lillahi ta’ala memperbanyak dzikir dan do’a untuk
anak didiknya dengan tetap diiringi ikhtiar bersama.Berdo’a disini banyak
sekali perwujudannya seperti bermujahadah, istighotsah, sholat Sunnah, bahkan
berpuasa untuk keberhasilan santri atau siswanya.Hal ini dapat terwujud dengan
indah seperti yang telah diterapkan di berbagai sekolah atau lembaga pendidikan
berbasis pesantren.Mayoritas mereka lebih memperbanyak bermujahadah dengan
tetap diiringi BK (Bimbingan Konseling) di sekolah maupun pondok.Karena
kegiatan Bimbingan Konseling seperti yang diterapkan di sekolah-sekolah pada
umumnya ialah bentuk sederhana atau hal kecil yang dilakukan oleh manusia,
sedangkan mujahadah hakikatnya ialah seperti Bimbingan Konseling langsung
dengan Allah SWT. Setelah semua bentuk usaha telah dilalui, kita pun harus
tetap berlapang dada untuk tidak memaksakan kehendak atas apa yang harus
terjadi. Karena tidak semua murid yang kita ajari bisa mnejadi paham dan
pandai, dan murid yang pandai di kelas pun tidak menjamin kesuksesannya.
Maka dari itu bagaimanapun hasil jerih payah semua pendidik pastilah itu yang
terbaik dari Allah SWT dan terdapat banyak hikmah yang terkandung di
dalamnya.Yang terpenting dari kita adalah agar tidak putus asa dan menyerah
dalam ikhtiar dan berdoa serta mengharap rahmat dari Yang Maha Kuasa.
Saya jadi teringat sebuah kisah
menarik dari almarhum Gus Dur dan pamannya Kyai Abdul Fattah Hasyim. Usia Gus
Dur saat itu hamper menginjak 20 tahun. Kisah ini bermula saat pamanya, kyai
Abdul Fattah meminta Gus Dur untuk
membantu mengurus pondok pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras di Jombang Jawa
Timur. Setelah sebelumnya beliaunjuga sudah menempuh pendidikan di pondok
pesantren Tegalrejo, Magelang sekitar tahun 1960-an.
Setelah mendapat restu dari Kyai
Khudori, Gus Dur pun membantu pamannya, kyai Fatah untuk mengurus pesantren
sebagai kepala keamanan pondok.Salah satu tugasnya ialah menindak para santri
yang melanggar peraturan, bahkan jika perlu menghukumnya secara langsung.Dalam
Bahasa pesantren dinamakan Ta’zir.
Benarlah suatu saat ada seorang
santri yang sangat nakal dan membuat ulah dengan mencukil kulit beduk
pesantren.
“saya geregetan sama santri ini
lhooo kang, “ kata Gusdur pada pengurus lain.
“iyo kang nakal banget santrine.”
Timpalnya.
Hal
itu sampai membuat Gus Dur niteni santri tersebut, siapakah pelaku
sebenarnya. Karena saking jengkelnya, akhirnya Gus Dur pun mengamati siang dan
malam demi mengetahui sang pelaku. Bagaiman tidak jengkel jika kulit beduk di
pesantren di tambak beras sering dipotong potong sedikit demi sedikit sampai
membuatnya berlubang. Setelah diselidiki lebih lanjut, akhirnya terjawab sudah
santri yang bertanggung jawab atas semua ini, segeralah ia disidang dibagian
keamanan.
“kenapa ente nyuri kulit beduk ini?
Kurang kerjaan ya.” Gretak Gus Dur.
“anu… anu kang, digoreng buat lauk
makan, jadi krecek (sejenis makanan dari kulit atau welulang dengan cukup
menggorengpun sudah enak menurut santri).
Sontak saja Gus Dur tertawa ringan
saat mendengar alasan santri tersebut.Dengan alasan itu si santripun tidak jadi
di ta’zir lefel berat pada bagian keamanan.Haripun berlalu, bukannya kapok
santri ini pun masih tetap nakal. Kali ini bentuk kenakalannya berbeda,
kabarnya ia sering mengintip santri putri bahkan tak jarang memasuki komplek
pondok putri. Gus Dur dan pengurus lainpun berniat untuk melaporkannya.Namun
disamping para keamanan tidak memiliki bukti kongkrit, mereka juga sering gagal
dalam melakukakan OTT (oprasi tangkap tangan). Akhirnya Gus Dur memilih cara
alternative untuk menangkap santri tersebut dengan bukti dan alasan yang cukup
kuat. Dalam logika Gus Dur, jika santri tersebut memang sengaja dan sering
mengintip santri putri berarti pikiran bocah itu mesum.Oleh karenanya pasti di
dalam almarinya ada hal yang menunjukan kemesuman tersebut.
Akhirnya ketua bagian keamanan
itupun melakukan razia-razia ke lemari santri putra.Benar saja, dalam lemari
santri yang dimaksud terdapat sebuah (maaf) kutang dan foto salah satu santri
putri. Gu Dur dan anggota keamanan lain merasa puas karena dengan bukti
tersebut diharapkan pelaku mendapat ta’ziran tertinggi sesuai hukum yang
berlaku di pesantren. Segeralah Gus Dur meng hadap kyai Fatah sembari membawa
barang bukti dan melaporkan runtutan kejadian. Si pelakupun hanya tertunduk
malu dan takut
“pak Yai, ini hasil curian santri
putra, ini anaknya”. Terang Gus Dur. “ia juga sering mengintip santri putri
diam-diam, hingga masuk komplek pondok putri. Saya dan teman-teman sepakat agar
santri ini dihukum seberat-beratnya dan jika perlu dikeluarkan dari pondok
pesantren”. Pungkas Gus Dur.
“oh begitu”, jawab kyai Fatah
santai.
“ngapunten yai, tapi santri ini
nakal banget” tegas Gus Dur.
“lho, santri nakal ko dilaporkan ke
saya? Masa di keluarkan segala?” kata kyai Fatah. Sontak kata-kata tersebutpun
mengagetkan Gus Dur dan teman-teman pengurus .
“kalua lapor ke saya, ya laporkan
santri yang baik dan sudah pinter biar ta keluarkan dari pondok, karena berarti
ia sudah siap terjun ke masyarakat.” Jelas pak yai.
Mendengar jawaban itu para pengurus
bahkan si pelaku tadipun menjadi keheranan dan mati kutu.
“lha, nyuwun sewu pak yai terus ini
gimana kelanjutannya?” pinta Gus Dur.
“begini saja, tak hargai musyawarah
para pengurus, karna kalian sudah sepakat untuk mengeluarkannya ya sudah saya
juga sepakat.”
Gus Dur pun tersenyum lebar
mendengar hal tersebut, namun pak yai melanjutkan penjelasannya.
“maksudnya keluarkan dari pondok
lalu masukan kesini saja.” kata kyai Fatah sambal menunjuk ke kediamannya
sendiri. Gus Dur sangat terkejut dan seketika itu senyumnya berganti menjadi
raut wajah keheranan.
“maksudnya Kyai?” Tanya Gus Dur.
Memang,
meskipun kyai Fatah adalah paman kandung Gus Dur sendiri namun hal tersebut
tidak membuatnya berbeda dengan santri lainnya.Gus Dur tetap menghormati
pamannya layaknnya keta’dziman santri-santri lain terhadap seorang kyai.
“iya dipindahkan kesini, kerumah
saya. Kamu aturlah dengan teman-temanmu gimana, intinya santri ini mulai
sekarang pindah kerumah saya karna kebetulan dibelakang ada kamar kosong.”
Meski bingung dan keheranan dengan
perintah kyai Fatah, pada akhirnya Gus Durpun menuruti apa yang telah
diperintahkan. Santri tersebut secara
administrative telah keluar dari pondok, namun secara informal ia malah naik
level ke yang lebih tinggi dan mendapat nasib yang amat beruntung.
“bukannya di keluarkan malah naik
pangkat ini santri, jaaannn.” Komentar santri lain.
Pada akhirnya karena kamarnya dekat
dengan kyai Fatah, justru santri inilah yang pertama kali ditemui beliau baik
saat akan mengaji, bangun tidur, bahkan sholat tahajud. Secara tidak langsung,
santri tersebut menjadi asisten pribadi pak yai.Ia menyiapkan kitab-kitab yang
akan digunakan untuk mengaji, sajadah untuk sholat hingga alas kaki beliau saat
akan pergi. Santri tersebutpun juga diminta untuk menandai batas ngajinya dalam
kitab kuning yang diajarkan oleh Kyai Abdul Fatah Hasyim.Jadi mau tidak mau
dirinya tidak bisa absen mengaji dan secara tidak langsung belajar membaca
kitab kuning tersebut.Dengan pola kehidupan seperti itu, akhirnya si santri pun
mengikuti laku hidup kyai Fatah selama bertahun-tahun dan otomatis mendidiknya
untuk menjadi santri yang sholeh.
Dari kejadian tersebut Gus Dur
menjadi sangat berharga.Andai saja kyai Fatah hanya mengikuti pedoman hukum
saat itu, sis santri memang pantas untuk dikeluarkan, toh tidak merugikan
pesantren dan tidak lagi merepotkan kyai maupun pengurus. Hanya saja ia akan
kehilangan peluang untuk bisa berubah menjadi insan yang lebih baik lagi.
Disisi lain, hilanglah hakikat didirikannya pesantren tersebut yang salah satu
tujuannya ialah memanusiawikan manusia. seperti halnya sebuah bengkel motor
yang dititipi motor untuk diservis, apakah pantas kalua masih rusak lalu
dikembalikan? Apalagi jika di bengkel tersebut semakin menjadi rusak, atau
barusaja dibongkar tapi belum dipasang kok malah dikembalikan lagi ke pemilik
motornya, aneh kan?.
“ternyata diatas hukum masih ada yang
harus dipertimbangkan lagi yaitu rasa kemanusiaan” gumam Gus Dur.
Post a Comment for "Kisah Murid yang Menjengkelkan"