Ngajar Dengan Ikhlas
Suatu sore
saya pernah duduk santai bersama beberapa orang guru yang sdang asyik ngobrol,
sebut saja mereka si A, M dan I. percakapan itu dimulai dari I yang notabene
adalah seorang kepala sebuah SMP negeri.
“Gimana mas
sudah beres belum sertifikasi-mu?”.
“Waduh pak,
boro-boro serifikasi, tunjangan saja belum cair”.Jawab si A.
Kemudian pak
kepsek pun menyahut, “Duh… jan kasihan, saya sudah siap lho tinggal nganter
berkas-berkasnya aja ke pusat”.
“wah..wah
enak yah tinggal nunggu hasil”, sahut si M
“Enak gimana
tho, itu aja ngerjainnya sampai berminggu-minggu bahkan hamper sebulan lebih
soalnya banyak sekali kendalanya, belum lagi yang ndaftar sertifikasi juga
banyak”, Timbal I.
Saya pun
masih terdiam, berharap tidak ikut
campur urusan mereka apalagi sampe pembahasan seperti itu. Segera saja saya
pergi sebelum diinterogasi oleh mereka yang semakin asyik ngobrol masalah yang
ujungnya gak lainya gitu, hhe.
Begitulah realita yang sering saya jumpai dikalangan beberapa pendidik zaman
now.Tak hanya pengajar dari sekolah non madrasah, beberapa guru madrasah
pun sering dipusingkan dengan hal-hal tersebut.Memang tidak semua, namun
kebanyakan sertifikasi tersebut diharapkan dan dianggap menjamin mereka,
tanpa mengindahkan lagi keberkahan atas hasil yang diperoleh. Pasalnya saat
mereka mengurus hal-hal tersebut tak sedikit dari jam pelajaran yang
terbelenggu sehingga berdampak pada berkurangnya jam mengajar para siswa.
Banyaknya berbagaitunjangan dari pemerintah yang digelontorkan bagi para
pendidik pun tak sedikit yang memperebutkannya.Kalaupun ada yang tak mau
ambil pusing mengurus sertifikasi atau bahkan pendaftaran PNS, tunjangan ini
itu dan sebagainya karena mungkin rumitnya proses administrasi dan persyaratan,
tak jarang pula yang risau karena honor dari sekolah tak kunjung cair. Tentu
miris sekali jika hal diatas dibayangkan dan disandingkan dengan perkataan
kiyai sepuh saat ini.Banyak dari beliau-beliau yang seoakat bahwa mendidik atau
mengajar tidak dapat dijadikan sebagai azas pendapatan seseorang baik dari
kalangan dosen, guru, terlebih lagi kiyai, penceramah maupun pendakwah.
Mengajar bukanlah sebuah pekerjaan layaknya pedagang yang mencari keuntungan
sebagai feedback atas pengetahuan yang telah diberikan kepada orang lain.Mendidik
merupakan sebuah bentuk pengabdian serta pengorbanan untuk menyelamatkan
generasi penerus dari kebiadaban dan kerusakan zaman. Lebih dari itu
,sebenarnya mengajar adalah kewajiban kita yang telah mengenyam edukasi penuh
hingga dirasa cukup dan mampu menyampaikannya kepada orang lain. Begitulah
kiranya realisasi yang pantas supaya kita tidak di cap ibarat sebuah pohon yang
tak berbuah / memberikan manfaat kepada sesama, yakni كاشجار بلا ثمار.
Banyaknya
anak-anak negeri yang membutuhkan uluran pendidikan dari sekolah maupun lembaga
pendidikan lain, maka sudah sepantasnya bagi kita yang telah mendapatkan
pendidikan bertahun-tahun guna mensyukuri nikmat anugerah Allah SWT yang begitu
besar kepada kita. Ras syukur itulah salah satu modal bagi kita untuk
mengimplementasikan sebagai pengajar maupun pendakwah dalam menyampaikan ilmu
pengetahuan. Jika rasa syukur itu telah membungkus niat dan ghirrah kita
dalam sebuah pengabdian pengajaran, tentu akan terasa ringan dan akan tumbuhlah
sebuah bibit keikhlasan.
“ Jadilah orang miskin yang sabar,
Jadilah hartawan yang sabar,
Anugerah terbaik dari Allah adalah sabar,
Buat dan pertahankanlah sabar di hati kita”
Copyright@POJOKYAPIKA
( KH Ali Mu'in Amnur Lc M.Pd.I )
PON-PES AL - ISTIQOMAH
Website resmi dari Yayasan Pendidikan Al-Istiqomah Karya Guna (YAPIKA), Tanjungsari, Petanahan, Kebumen, Jawa Tengah, 54382.
Post a Comment for "Ngajar Dengan Ikhlas"