Sekecil Apapun Ikhlas Harus Ada
Sekecil
Apapun Ikhlas Harus Ada
Pernahkah
anda menjumpai nseseorang yang ditinggal mati oleh keluarganya, lalu ia berucap
“Saya sudah mengikhlaskannya”, namun ketika di belakang ia masih mengeluh ata
kepergiannya. Seraya berucap “Mengapa kau pergi begitu cepat?Padahal seharusnya
seperti ini seperti itu, belum begini belum begitu”.Benarkah hal tersebut yang
dinamakan ikhlas? Seolah keikhlasan hanyalah pengganti dari kata kerelaan semata. Ataukah ikhlas itu
ketika seseorang memberikan sesuatu, lalu ia ditanya “sungguhkah kau ikhlas
memberikanku semua ini?” lalu dijawabnya, “iya aku ikhlas kok”
Jika benar
adanya bahwa hakikat ikhlas seperti yang digambarkan diatas tentulah akan
sangat mudah untuk menaikkan derajat dirinya dihadapan Allah SWT. Namun sebenarnya
hakikat makna ikhlas yang sesungguhnya tak semudah dari teori diatas dan yang
paling sulit lagi adalah pengamalannya. Karena saking besarnya fadhilah dari ikhlas tersebut seperti yang telah di
sabdakan oleh Rasulullah SAW dan diriwayatkan oleh 3 perawi masyhur yakni Imam
Ahmad, Imam Tirmidzi, dan Imam Nasa’i bahwa orang yang bersujud dengan ikhlas,
ia akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT dan dihapuskan satu kesalahan.
Selain itu juga disebut dalam kitab Riyadus Shalihin bahwa orang yang pergi
untuk melaksanakan shalat berjamaah di sebuah masjid dengan ikhlas, maka setiap
langkah kaki kanannya akan dinaikkan derajat nya di sisi Allah SWT dan setiap langkah kaki kirinya Allah
akan menghapus dosa yang pernah dilakukannya.
|
ü Pada
tingkatan pertama ialah keikhlasan seorang yang awwam, bahwa ia mempunyai qasad atau tujuan maupun maksud karena
Allah SWT. Namun pada masa yang sama, di dalam hatinya ada pengharapan berupa
ganjaran serta pahala dari Allah SWT atas apa yang dikerjakannya.
ü Pada
tingkatan kedua ialah keikhlasan seseorang yang mengerjakan sesuatu karena
Allah SWT, dengan niat mengharap Ridho-Nya semata serta tidak ada cita-cita di
hatinya pengharapan maupun tuntutan keinginan pahala dan ganjaran dari Allah
atas amal-amal yang dilakukannya. Akan tetapi hamba ini masih melihat bahwa
dirinya melakukan amal ibadahnya sendiri danmasih mengetahui bahkan menghisab
banyaknya amal yang diperbuatnya.
ü
Pada tingkatan ketiga ini hampir sama dengan tingkatan kedua dan ketiga,
yakni seorang hamba yang melakukan ibadah semata-mata hanya karena Allah SWT
saja. Orang tersebut juga tidak mengharap atau menuntut adnya ganjaran serta
imbalan dari Allah berupa kenikmatan-kenikmatan ukhrawi seperti bidadari
syurga, istana dan isinya. Namun bukan berarti pula bahwa ia siap untuk disiksa
dalam neraka atau Takabur bahwa dirinya sudah tidak membutuhkan syurga dan
kenikmatannya lagi. Hal itu karena orang tersebut telah meraskan manisnya iman
dan islam di dalam hatinya. Terutama saat beribadah dan menghadap Allah SWt.
Sehingga amal-amal ibadahnya sudah tidak dirasakan sebagai beban lagi bahkan seolah-olah ia tidak melihat semua
amal ibadahnya, melainkan sebuah kebutuhan pokok dan kebiasaan yang sudah
mengalir dalam kehidupannya.
|
Tingkatan ketiga ini adalah puncak sebuah keikhlasan dalam beribadah menghamba kepada Allah SWT.Walaupun begitu ada lagi keterangan di beberapa kitab yang menunjukan perbedaan pengertian tentang ikhlas.Namun inilah yang saya rasa mudah dipahami dan sudah merupakan rangkuman dari beberapa kitab salah satunya adalah kitab tasawuf karangan Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandari yaitu Syarah Al-Hikam.Namun hingga tingkat ketiga ini belumlah mampu mencapai sebuah kema’rifatan pada Allah SWT.Dalam sisi pandangan Tasawuf, ketiga tingkatan ini belum terbebas sepenuhnya dari “mempersekutukan Allah” SWT.
Ini
karena jika menuntut selain dzat Allah SWT dalam ilmu Tasawuf masih dapat
dikatakan suatu bentuk penyekutuan
terhadap Allah SWT.Ilmu Tasawuf itu memandang segala sesuatu dari sisi hati,
akal, jiwa, dan naluri insan.Ketelitian Ilmu Tasawuf dalam mengoreksi iman yang
terrealisasikan dalam sebuah amal seorang hamba sangat jauh hingga sanubari
yang mendalam serta penuh kehalusan. Keadaan ini dapat didapat oleh para Salikin ( سالكين).
|
Oleh
karena itu, sekecil apapun perlu sekali menanamkan keikhlasan dalam hati kita
sejak dini supaya dapat memperbaiki diri menuju keharibaan Illahi. Cara
memperoleh rasa ikhlas dihati selain melalui tiga tahapan diatas juga ada hal
yang mendasarinya untuk perlu diaplikasikan dalam proses tersebut, yaitu
istiqomah. Seperti halnya yang dikatakan bahwa :
"الاستقامة
خير من الف بركة"
“Istiqomah itu lebih baik
daripada seribu berkah”
Sedangkan untuk mendapatkan sebuah keistiqomahan amal
perbuatan perlu adanya “pemaksaan diri” dalam menjaga konsistensi hati nurani
yang akan terrealisasi pada ibadah jasmani maupun ruhani. Apabila hal itu telah
dilaksanakan, maka takkan dipungkiri lagi keberkahan-keberkahan hidupnya di
dunia akan selalu menyelimuti.
copyright@POJOKYAPIKA
( KH Ali Mu'in Amnur Lc M.Pd.I )
( KH Ali Mu'in Amnur Lc M.Pd.I )
Post a Comment for "Sekecil Apapun Ikhlas Harus Ada"