Cerpen Santri "Kunti CS"
Kunti CS
( Karya : Ali Okza )
Siang
ini benar-benar menjengkelkan. Hari yang memalukan. Teman-teman seperantauanku
yang mayoritas bekerja di kantor telah menertawaiku dengan teganya. Aku tahu
aku hanya sebatas tukang sapu jalanan di Jakarta. Memandangiku dengan sinis itu
hal biasa. Aku sudah kebal. Tapi kali ini kalian tak kumaafkan kawan! Itu hal
yang sangat menyakitkan. Tak hanya sakit hati saja. Kepalaku yang botak ini
juga ikut-ikutan merasakan. Kupijit keningku dengan jempol dan telunjuk yang
kurus ini. Bukannya sembuh, malah-malah sakitku merambat sampai ke ubun-ubun
dan bagian belakang kepala. Sepertinya aku salah memijit dan akhirnya uratku
mengsol dan bengkak sana-sini. Ditambah lagi dengan cacing-cacing yang mulai
demo menghancurkan dinding perutku. Aku lupa membernya makan pagi ini. Maafkan
aku hewan piaraan yang malang…
Akhirnya kuputuskan untuk membeli
sebungkus nasi dan meminum obat pereda cenat-cenut ini. Walhasil, mataku
terkatup. Aku lalai dalam waktuku. Aku tidur dan mulai melupakan segala masalah
hidupku.
***
Malam yang sepi. Kamarku yang
tadinya ramai dan berisik karena lolongan kaset beralbum Gun Roses pun mati
seketika. Bersamaan denga lampu yang mulai kedap-kedip tak karuan. Jendela
kamarku terbuka sendiri. Gordennya melambai-lambai ke arahku. “Sepertinya akan
terjadi badai mala mini…” gumamku.
Suasana semakin mencekam. Angin
besar meronta-ronta seperti ingin memakanku hidup-hidup. Aku segera mnarik
selimut tanpa menutup jendela terlebih dulu. PIkiranku sudah kemana-mana. Aku
takut jika saat aku menutupnya akan ada seuntai tangan yang menjekalku. Kemudian
aku akan dibawa ke alamnya dan aku tidak akan pernah bisa kembali lagi ke
duniaku ini. Uh… seramnyaaaa…..
Tak berselang lama, hujan pun turun
turun dengan deras, membasahi setiap atap kontrakan tetangga. Tak ketinggalan
pula kontrakanku yang sudah peot ini. Si petir ikut-ikutan nimbrung. Suaranya
menggelegar mengalahi penyanyi penyanyi dangdut internasional. Sepertinya dia
ingin menerima tantangan adu suara dengan si jendela.
“Uuuh… dinginnya… Grrrrr…” terdengar
suara seorang gadis.
“Makanya gue selimutan!” jawabku
ketus tanpa menoleh.
“Bajuku basah nih Bang… Pinjemin
dong.. Buat malem ini aja…” pinta si gadis.
“Ambil noh di lemari! Ganggu orang
tidur aja!!!” jawabku lagi.
“Eh.. dari tadi aku ngobrol sama
siapa ya? Kan aku ngontrak sendiri? Nenek-nenek tetangga kontrakan juga udah
mati makan racun tikus kemaren sore.. terus???” gumamku.
Tanpa
ragu aku langsung bangkit terduduk dan.. “
“Aaaaaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!!!!!!!!!”
aku menjerit melihat seorang gadis berambut gimbal dan telanjang sedang mengorek-ngorek
isi lemari bajuku.Spontan dia pun ikut menjerit dan menutupi ‘anu’nya dengan
cepat.
“Jangan ngliat
Baaaaaaaaaaaaang!!!!!” jerit si gadis.
“Aaaaaaaaaaa!!!! Siapa
kamuuuuuuuuuuuu??!?!?!?!?!” aku menjerit sejadi-jadinya.
Aku
menutup mataku denganselimut yang kupakai. Gadis it uterus berkicau menyuruhku
tak membuka mata.
Sesaat kemudian, suasana hening.
Perlahan kutarik selimutku dan kubuka mataku. Kudapati dia sudah terbalut oleh
selembar benang yang dijahit. Kau tahu bagaimana penampilannya? Selembar kaos
biru berlengan panjang melilit di kedua paha pucatnya, sedang bagian atas
tubuhnya ia tutpi dengan kaos pendek berwarna hitam yang bertuliskan ‘RX
KING’!. Oh Tuhan…. Rasanya aku ingin menangis. Itu adalah baju kesayangan
pemberian mantan kekasihku yang mati karena terlilit hutang.
Aku hanya diam sambil memandang dia
sedang kesusahan menyisir rambutnya yang sepertinya sudah dua bulan tidak
keramas. Aku bergidik melihatnya mengambang.
Ini adalah kali pertamaku melihat
hantu yang berfashion dan berstyle seksi! Bahkan sebelumnya aku sempat
melihatnya telanjang bulat. Upssss >.<
Tiba-tiba...
“Aaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!!!!...”si
gadis menjerit histeris.
Aku
pun ikut menjerit.
“Aaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!!!
Wajahkuuuuu..!!!” teriaknya lagi sambilmengelus-elus wajahnya di depan cermin.
“Pelembab
dong Bang… Wajahku kusut.. huhuhuu….” Pintanya sambil memegang-megangi wajah.
“Bedak
juga dong Bang.. soalnya tadi akyu habis hujan hujanan… luntur dechhh… huhu”
pintanya lagi.
BACA JUGA : PUISI SANTRI "DITAWAN RINDU"
Dengan
tanpa dosa dirinya terus meminta-minta perlengkapan yang tentunya seorang
bujang sepertiku tidak mempunyainya. Semua ini membuatku tak tahan.
“Pergilah
ke alammu !!!!!!!!!” aku mengusirnya dengan gerakan mengeluarkan jurus Kamehameha.
“Ih…
Hujan Bang.. Di luar ada badai… Numpang semalem aja ya Banggg,….” timpalnya.
Aku
jadi iba melihatnya. Aku teringat kisah anak –anak yatim yang terlantar dan
hidup lontang-lantung di jalanan.
“
Boleh ya Banggg….” Pintanya lagi. Matanya berkaca-kaca. Membuatku tak tega
harus melepaskan dia yang sepertinya sebatang kara. Ingin rasanya aku memeluk
dan merengkuhnya, seperti anak asuh sendiri. Ah! Setan ya tetap setan!
Pekerjaannya hanya mengganggu manusia. Mereka itu makhluk terkutuk! Aku harus
mengusirnya! Aku akan mendorongnya keluar dari jrndela. Kemudian dia akan
terjungkal dan disambar petir. Ide bagus!
“Bang..
Kok nglamun sich….?” Tanya si gadis memecah lamunku. Wajahnya semakin
mengkerut. Membuat hatiku luluh seketika.
“Aku takkan mengusirmu wahai setan!
Karena aku tahu di luar sedang hujan. Kalo Lo kehujanan dan sakit terus minta
di bawa ke klinik, aku juga yang repot!” batinku.,
“terus,,
kamu mau tidur seranjang sama gue gituh?” tanyaku mulaiberani bicara.
“Ya
masa di kamar mandi sih Bang!?!?!?!?” jawab si gadis.
Ia melayang mendekat padaku. Membuat
jantungku serasa mau copot. Mataku melotot. Perutku kembang kempi saat itu.
“Jangan
mendekaaaaaaaaaaat!!!!!!!!!!!” teriakku.
“Jangan
takut Bang…” jawabnya lenjeh.
“Lo
pasti mau ngebunuh Gue kan??? Pergi!!Pergi! Aaaaaaaaaaaaaa!!!!!!!” teriaku
histeris.
“
Ngga Bang! Ngga! Sumpehhh!!!” si gadis mundur menjauhiku. Hatiku sedikit lega.
Dengan cepat aku bangkit dan menuju
kea rah pintu kamarku. Sambil menunjuk ke wajah si gadis, aku berkata:
“Oke!
Lo boleh numpang di sini dengan syarat jangan buat kamar gue lebih berantakan
lagi!” jawabku tak mampu lagi menahan semua penderitaan.
“Horeeeeeeeeeeeee…siap
Bang !!” teriaknya kegirangan.
“Temen-temen.!!!
Masyuuuuuuuuuuuukkk!!!” lanjutnya.
Dengan mata kepala dan mata kakiku
sendiri aku melihat serombongan makhluk masuk melalui jendela kamarku. Mereka
menghampiri si gadis. Ada pocong yang morinya belepotan karena terciprat air
comberan. Ada suster ngesot yang mendadak bisa terbang karena kedinginan
keguyur hujan semaleman. Dan yang terakhir, ada Gundorewo yang ngga bisa masuk
kamar karena badannya kegedean.
Mendadak kamarku mirip pengungsian
korban badai tahunan.Sempit dan bau amis bertebaran. “Terserah kalian Ah!!!!
Hwekkkkkkkk..!” aku berlari keluar kamar sambil muntah di jalan.
“Kun, kenapa tuh orang?” Tanya si
pocong yang suaranya seperti ular dicekik.
“ Tau! Dah! Kalian gantu baju dulu.
Ambil noh di lemari!” Jawab si gadis yang ternyata bernama Kunti.
“
Lahkok pede?? Kaya rumah sendiri ajah?!” timpal Gundo yang baru bisa masuk
kamar.
“Bodo
amat! Gue mau tidur Ah! “ ketus KUnti.
Aku takbisa membayangkan akan
seperti apa jadinya kamarku. Akankah seperti kapal pecah? Bau darah? Ih… betapa
mengkhawatirkannya.
“Woy!! Dapurnya mana?!?!?!” Tanya si
Gundo mengagetkanku.
‘Uwaaaaaaaaaaaaaaaa!! Ampun…
ampunnnn…” teriakku.
“
Dodol Lo! Ditanya malah?!?!!?” komentarnya.
“itu
di sana! Itu ..itu….” jawabkumenunjuk kea rah dapur.
Si Gundo pun Kngsung melanglang kea rah dapur.
Tak berselang lama terdengar suara lagi.
“Woyy!!
Mana dagingnyaaa!!!!!!!!!!!” teriaknya.
“Ngga
ada Genduuuuuuuuuuut!!!” jawabku dari kejauhan.
Tiba-tiba si Gundo sudah berada di
belakangku sambil menjunjung tinggi sebulah pisau berwarna pink.
“
Apa Lo bilaaaaaang????! Sini biar Lo yang Gue cincanggg!!!!!!” Si Gundo berlari
mengejarku.
Aku
pun menjerit histeris di kejar oleh si Gundo yang gendut dan berbadan hitam
itu. Aku berlari berputar-putar dalam rumah sambil dibuntuti oleh Gundo. Dan
beberapa kali pula aku terjartuh. Dan akhirnya Gundo mampu meraih kaki kiriku…
“Ampun
….Ampuuuuuuuuun…..” teriakku.
“Ciaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa….”
Pisau melesat dengan cepat.
“
Loh, kok ga mempan?” Tanya si Gundo keheranan.
“
Ya iya lah… itu kan pisau mainan!!! Ahahahaha” aku menertawainya dengan puas.
Si
Gundo mengeram. Wajahnya merah bercampur hitam legam. DIa murka padaku.
“Ada
apa sih rebut-ribut! “ Kunti muncul dengan menggerutu.
“
Gue laper Kun! Gue butuh daging! Buat perbaikan gizi gue..!!!” protes Gundo.
Perdebatan pun terjadi. Rumahku
kacau. Dua dedemit yang tampangnya amit-amit itu sedang ribut masalah lapar dan
kenyang. Saat itu pula aku berhasil kabur dari majelis pertempuran yang
dahsyat. Aku keluar lewat pintu belakang. Aku langsung menyelonong menuju
kontrakan Dodi. Teman seperantauanku.
“Dod!
Dooooooooood!!!! Buka Dod! Gue Hendro !” aku mengetuk pintu berkali-kali.
Mungkin
karena hari sudah larut malam, Dodi enggan membukakan pintunya untukku. Mungkin
aku dikira hantu atau dia sendiri sudah tidur.
“Doood!!
Please Dod!! Gue Hendro Dod.. Bukain Dod.. Gue janji beliin Lo es krim besok!”
pasrahku.
Tiba-tiba
pintu yan ku kuetuk terbuka. Muncullah didepanku sosok lelaki berambut kribo.
Wajahnya hitam legam. Sebagian giginya maju ke depan. Dia bernama Dodi,
sahabatku sejak kecil.
“Elo
Ndro? Ooo.. sekarang Lo kerja jadi pengemis? Sejak kapan Ndro?” tanya Dodi
sambil tersenyum.
“Tolong
Gue Dod!!” aku langsung masuk ke kontrakan Dodi.
“Ndro..
Lo jangan putus asa Ndro.. Lo pasti bisa Ndro.. Lo harus bangkit,...!” ucap
Dodi. Matanya sembab.
“Ngaco!
Gue bukan pengemis Dod!” aku celingukan. Hatiku berdegup kencang. Aku khawatir
Gundo akan mengejarku.
“
Dod... Gue lagi jadi korban Dod!!” mataku melebarmelebihi lapangan sepak bola
nasional.
“Siapa
yang nglecehin Lo Ndro!?!?!? Bilang sama gue. Biar gue hajar diaa!” Dodi yang
oon, sok bijak, dan berantakan itu ikut-ikutan melebarkan matanya.
“
Bukan pelecehan Dod!! Hft.!” Aku sebal.
“
Terus? Lo kesamber petir? Lo salah satu korban badai tahun ini Ndro? “ Dodi
semakin antusias.
“
Busett.. Lo oon jangan kebangetan napa Dod!!!
Hantu Dod... hantu.... “ Sorot mataku tajam menatap Dodi. Tanganku maju
ke depan seperti harimau hendak mencengkeram.
“
Huaaaaaaaaaaaa!!!!!!” Aku tersentak kaget saat Dodi yang baperan itu berteriak.
“
Hussttt.. jangan berisik! Nanti dia datang....” kataku lirih.
Dodi
menutup mulutnya.
Jam menunjukkan pukul dua dini hari.
Aku masih belum terjun ke pulau kapuk. Begitupun Dodi. Dia masih sibuk
bertarung dengan pikirannya sendiri. Pasti dia sedang menghayal yang
tidak-tidak. Terkadang dia bergedek sendiri, meringis, atau memasang wajah
paranoid kelas dewa.
“
Derrr!! Der!!Der!!” terdengan suara orang menggedor-gedor pintu.
Aku
dan Dodi terperanjat. Dodi merangkul kedua lututnya. Sedangkan aku gemetar
hebat. Keringatku bercucur deras seperti air terjun. Gigiku gemelutuk keras.
Aku takut bukan kepalang. Rasanya lebih baik aku menahan poop salama semingga
ketimbang merasakan hal-hal seperti ini.
Gubrakkkkkkkk!!!
“
Ndro!! Pintuku!!” teriak Dodi.
“Itu
pintu baru Ndro! Gue baru beli kemaren!! Asli Jepara Ndro!!!” lanjut Dodi. Dodi
mengepal. Pikirannya hanya pintu dan pintu. Mungkin dia sangat menyayangi pintu
barunya itu.
“
Gue ngga terima Ndro kalo pintu gue sampe rusakk!” wajahnya memerah.
“Terus,
Lo mau ngapain Dod??” tanyaku.
“Huaaaaaaaaaaaa!!!!!!!!”
tiba-tiba si Gundo masuk dan menjerit saat melihat Dodi.
“
Hantuuuuuuuu!!!” teriak Gundo.
“Aaaaaaa.................!!!!!!!!”
aku ikut berteriak.
“Hei!
Ko harus tanggung jawab sama pintu gue! Dasar hantu terkutuk!!” timpal Dodi.
Aku melongo. Kukira si Dodi akan
takut kepada Gundo. Ternyata Gundo lah yang takkut kepada Dodi. Bahkan sampai
menyebut Dodi seorang hantu.
“
Ampuuuuun... ampuuuun... “ pinta si Gundo seperti orang sedang menyembah
berhala.
“
Benerin pintu gue! Se ka rang!´perintah Dodi dengan tangan bertengger di
pinggulnya. Si Gundo pun langsung bergegas membenarkan pintu yang lepas dari
tempatnya. Aku masih heran mengapa si Gundo takut melihat Dodi. Apa karena
wajah sahabatku itu mirip presiden mereka? Jika iya, sungguh buruk rupa wajah
si presiden dedemit...
***
Hari sudah pagi. Aku pulang ditemani
Dodi. Siapa tahu ada hantu? Jika memang ada, pasti mereka akan lari
terbirit-birit setelah melihat wajah Dodi.
“Kamar
Lo kosong Ndro...” tutur Dodi.
“Buseeeeeeeeeet.....
ancurrrrr kamar Gue Dod!!” rasanya aku ingin menangis sekencang-kencangnya.
Kamarku hancur berantakan. Sampah keripik singkong berserakan dimana-mana. Ada
bungkus marimas pula, teh botol sosro dan lain sebagainya. Ditambah bau amis
yang menyengat, kamarku lebih mirip seperti
pembuangan limbah di sungai.
“
Wah... habis ada pesta Ndro... “ tutur Dodi.
“Brisik
Lo Dod! Cepet bantuin gue beresin!” aku geram.
“Oke!”
Dodi menurut.
Beberapa jam kemudian, kamarku sudah
kembali rapi dan bersih. Aku dan Dodi kewalahan membereskan. Namun semua itu
sudah kulewati dengan hati sabar dan ikhlas. Karena aku tahu, saling membantu
sesama makhluk adalah perbuatan mulia. Ini adalah salah satu pelajaran hidup.
Hari demi hari, bulan demi bulan
kulewati dengan pekerjaan yang pas-pasan. Semua berjalan normal. Aku juga
mendapat keberuntungan pagi ini. Jabatanku naik. Dari tukang sapu jalanan
menjadi tukang buang sampah selokan. Entah naik atau turun sih... Intinya aku
tetap sengsara.
Jika dilihat dari segi nasib, aku
bisa dibilang lebih bejo dibanding Dodi. Aku ganteng dia pas-pasan. Malah
dibilang jauh dari standar. Itu adalah salah satu alasan kenapa pihak kantoran
enggan menerima lamaran si Dodi. Aku tinggi dia pendek. Aku putih dia hitam.
Mendekati kategori gosong tepatnya.
“Ndro..
Gue kangen emak babeh Ndro...” Dodi mulai
buka bicara.
“Gue
juga Dod...” jawabku lirih.
“
Pulang aja yuk Ndro...” ajak Dodi lirih.
“Pulang?
Mau bawa utang?!?!?!” bentakku.
“Ya
ngga Dod. Kita kerja ya pulang bawa duit...” jawab Dodi.
“Ya
mana duitnyaaa???!?!!! Kerja aja pas-pasan!” timpalku.
Malam itu aku dan Dodi berpikir
keras bagaimana caranya pulang membawa sekarung uang.
“Bang....
kok bnegong?” tanya kunti yang tiba-tiba datang dengan kostum seperti
kuntilanak umumnya. Hanya saja bagian pinggangnya ia sabuki dengan tali pocong
yang mayatnya baru dikubur kemaren sore.
“
Huaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!” aku berteriak kaget.
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaa.....!!!!!!!!!!”
Kunti ikut menjerit karena melihat wajah Dodi.
“Bang....
itu siapa Bangg!>!?!?!” tanya Kunti ketakutan.
“Lo
Kun? Huhh!! Ini Dodi dia sahabat gue...” terangku.
“Serem
banget mukanya Bang...” ucap kunti lirih.
“Gini
Kun... Gue sama Dodi pengin pulang kampung. Tapi ga punya duit buat emak sama
babeh. Gue malu Kun>...” jelas Dodi.
“Sabar
ya Bang... Pasti Tuhan membantu Abang kok...” hibur Kunti.
“
iya Kun.. Thanks ya....” aku terharu dengan malam yang berbau kantil itu.
***
Aku
terusa berusaha mencari pekerjaan tambahan. Sedot wc pun aku lakukan demi
sekeping rupiah. Hingga tak terasa sudah sebulan lamanya aku bekerja siang dan
malam untuk mempersiapkan kepulangan. Banyak sekali cerita yang terukir di
negeri rantau, Jakarta. Apalagi ditambah Dodi, bujang konyol yang sepertinya
gagal saat diproduksi.
“Itu keretanya Ndro!! “ kata Dodi.
“Iya
Dod.. Gue juga ngeliat...” aku resah meningggalkan kota tua jakarta yang penuh
sejarah itu.
“Baaaaaaaaaaaaaang!!!!!!!!!
Tunggu Bang!!!!!!!” tiba-tiba Kunti, Pocong, dan Gundo datang sambil menenteng
sebuah kotak berwarna hitam.
“Bang...
Ini bang ada sesuatu buat Abang...” kata Kunti sambil menyodorkannya.
“Apa
ini Kun...?” tanyaku heran.
“Duit
Bang!” timpal Pocong.
“Buseeeeeeeeet..
banyak banget Kun!” mataku terbelalak melihat uang berjajar rapi di dalam kotak
hitam itu.
“Ambil
aja Bang.. itu kerja keras kami Bang... Anggap aja sebagai balasan karena dulu
Abang udah pernah nolong kami saat hujan badai tahunan Bang...” jelas Kunti.
Mataku
sembab. Aku terharu teringat adegan santunan anak yatim di televisi.
“Beneran
ini Kun? Kalian ngga nyuri kan?” tanya Dodi.
“Ngga
Bang.. Ngga... seratus persen halal Bang...” terang Gundo.
Akhirnya aku dan Dodi menerima uang
pemberian mereka dengan senang hati. Tentunya karena terjepit keadaan. Semua
menangis. Suasana menjadi haru. Bahkan lebih haru dari suasana perpisahan akhir
tahun di sekolah-sekolah umum.
Aku dan Dodi berpamitan dengan
membawa sekotak uang. Aku akan selalu mengingat semua kenangan bersama tiga
mahluk astral itu.
Terimakasih semuanya...aku akan
berusaha mengirim surat Yasin dan tahlil untuk kalian. Semoga kedepannya,
matimu lebih bermanfaat untuk orang lain.
See
you next time Kun... Cong... Gun..
Pondok
Pesantren Al Istiqomah
OKZA
-sehelai nama dari kyai tercinta-
Post a Comment for "Cerpen Santri "Kunti CS""