Menyikapi Perputaran Roda Kehidupan
"Roda kehidupan dunia berputar, kadang di atas (punya jabatan walaupun ada yang nebeng pada istri, suami, saudara dll) kadang di bawah (tidak mempunyai kebajikan, sampai kadang tidak di hargai). Maka bijaksanalah agar tidak lupa diri"
Fitrah
dzohiriyyah penciptaan manusia adalah berasal dari tanah. Dengan
demikian, tidak semestinya manusia merasa lebih tinggi dari itu. Karena dengan
meletakkan hati lebih tinggi dari tempat semestinya akan menyebabkan manusia
akan sulit menerima kenyataan pada saat ia jatuh. Padahal, sebagaimana para
ilmuan telah menemukan, bahwa dunia ini seperti bola dengan dua poros yang
selalu berputar menempatkan beberapa wilayahnya di bawah dan di atas secara
bergantian. Bahkan, makhluk sebesar matahari pun terkadang di atas kemudian bila
sudah tiba pada masanya ia akan tenggelam.
Pada
saat manusia berada di puncak kehidupan, dimana ia memiliki kekayaan, kejayaan,
atau bahkan kekuasaan, terkadang ia lupa diri bahwa segala pancapaiannya tidak
lepas dari campur tangan serta kuasa Tuhan YME. Dengan demikian, manusia telah
kufur terhadap nikmat Allah SWT, . Mereka tidak akan pernah cukup dengan apa
yang telah dimilikinya. Tidak heran jika orang kaya dan berkuasa selalu rakus
dan masih mengambil hak orang lain yang taraf kehidupannya justru jauh di
bawahnya.
Ada
pula manusia ketika berada pada posisi terendah selalu mengeluh atas nasibnya.
Ia berandai-andai jika berada di posisi yang lebih tinggi akan menjadi lebih
baik, akan peduli pada pihak di bawahnya, akan lebih banyak beramal dan membantu
orang yang belum mampu. Mereka mengatakan “sekarang tidak apa saya tidak
berinfaq, bersodaqoh, toh apa yang bisa saya infakkan? Untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari saja belum cukup.” Namun, ia tidak akan menyangka cobaan seperti
apa saat dirinya kaya dan berkuasa kelak.
Kaya
dan miskin, kejayaan dan kelemahan, serta kekuasaan dan kehinaan, semuanya
adalah ujian ketakwaan. Allah SWT memiliki seorang hamba yang mampu melewati
kesemuanya. Ia adalah hamba yang tidak pernah silau akan gemerlapnya perhiasan
dunia. Nabi Ayub AS adalah seorang nabi yang kaya raya, ternaknya tidak
terkira, anak dan istrinya banyak jumlahnya, lumbung padinya selalu penuh
terisi. Meskipun demikian, ia tidak pernah sombong atas hartanya. Nabi Ayub AS
selalu merendahkan diri berdzikir di hadapan Allah SWT, tidak kikir memberikan
hartanya pada orang-orang yang membutuhkan.
Hingga
suatu hari, setan menyerah untuk menggoda Nabi Ayub AS yang kaya raya agar
terjerumus menjadi orang yang lupa diri. Setan berbicara kepada Allah bahwa
Nabi Ayub AS tidak ikhlas berdo’a kepadaNya, melainkan ia hanya takut
kehilangan kekayaannya. Setan meminta izin kepada Allah untuk membuat Nabi Ayub
jatuh miskin untuk membuktikan ucapannya. Demikianlah awal mula hilangnya
kekayaan Nabi Ayub AS. Pertama-tama setan membuat seluruh hewan ternaknya
mati., kemudian setan membakar seluruh lumbung padinya. Nabi Ayub AS tetap
mengingat Allah dan tidak menjadikannya berburuk sangka tehadapNya.
Setan
belum menyerah, ia menuju gedung dimana terdapat anak-anak Nabi Ayub AS berkumpul.
Setan dan bala tentaranya menggoncangkan gedung itu hingga roboh menimpa putra
putri Nabi Ayub AS. Seluruh putra putri Nabi Ayub AS meninggal. Barulah ia
merasakan sedih yang luar biasa, tetapi ia tetap berbaik sangka kepada Allah
SWT. Nabi Ayub AS percaya bahwa harta benda dan anak-anaknya hanyalah titipan,
Allah memiliki hak kapan saja mengambilnya kembali.
Belum
berhenti hingga cobaan itu, setan menaburkan baksil di sekujur tubuh Nabi Ayub
saat beliau tertidur sehingga Nabi menderita sakit kulit yang menjijikan. Semua
penduduk menjauhi Nabi Ayub karena penyakitnya, bahkan istri-istri Nabi Ayub AS
melarikan diri darinya. Penduduk mengusir Nabi Ayub AS menjauh dari pemukiman.
Hanya ada satu istri Nabi Ayub yang setia menemani dan merawat Nabi Ayub, yakni
Rahmah.
Selama
tujuh tahun Nabi Ayub AS mengalami cobaan yang bertibu-tubi. Akhirnya Nabi Ayub
berdo’a mengadu bahwa ia telah mengalami kepayahan karena gangguan setan. Allah
SWT kemudian berfirman agar Nabi Ayub menghentakkan kakinya ke tanah sehingga
muncullah sumber mata air. Nabi Ayub minum dan mandi dengan air tersebut dan
sembuhlah segala penyakit serta pulihlah kekuatan dan ketampanan Nabi Ayub AS.
Demikianlah betapa Nabi Ayub bertakwa kepada Allah SWT. Ia tidak tergoda akan
cobaan dunia baik kekayaan maupun kepayahan.
Post a Comment for "Menyikapi Perputaran Roda Kehidupan"