Pentingnya Bermajlis dengan orang Alim atau Ulama, Walau Sekedar Duduk dan Memandang
Fitrah
penciptaan seluruh manusia adalah sebagai makhluk baik. Namun, seiring
pertambahan usianya, manusia memiliki dua sisi sifat yakni baik dan buruk.
Terkadang diantara kedua sifat tersebut, salah satunya mendominasi seseorang
meski tidak sepenuhnya meninggalkan sisi sebaliknya. Seseorang yang nampak
jahat bukan berarti tidak memiliki sifat baik, melainkan sifat buruk tengah
mendominasi dirinya dan begitupun sebaliknya.
Seseorang
bisa mudah saja menjadi baik atau buruk. Salah satu hal yang mempengaruhi
karakter manusia adalah faktor eksternal atau lingkungan. Faktor lingkungan ada
setelah faktor internal, yakni saat manusia mulai tidak bergantung pada
keluarga sebagai pembentuk watak awal seseorang (biasanya pengaruhnya lebih
kuat, tetapi terbatas pada karakter dasar manusia). Namun, lingkungan juga
memiliki peran penting mengingat pada tahapan ini manusia dituntut
bersosialisasi dengan dengan masyarakat dan keadaan yang heterogen. Dalam hal
ini, manusia harus pandai-pandai menyaring antara hal yang baik dan buruk.
Allah telah memberi petunjuk dalam firmanNya,
يَٰٓأ ٱ يَ لَّينَ ءَامَنُواْ ٱتَقُو اْٱلَلَّ وَكُونُواْ مَعَ ٱلصَ ي دَةقيينَ
" Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu
bersama orang-orang yang benar" (Q.S At-Taubah, 119)
Rasûlullâh
ShallAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ
أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang
itu mengikuti din (agama; tabiat; akhlaq) kawan dekatnya. Oleh karena itu,
hendaknya seseorang diantara kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan kawan
dekat.” Kita perlu bergaul dengan orang yang tepat karena
kecenderungan manusia adalah meniru. Sebagaimana kisah putra nabi Adam AS yang
meniru cara pemakaman dari burung gagak , Nabi Ibrahim meniru cara berqurban
dari Allah SWT, dan manusia berbicara dan berlaku meniru siapa yang bersamanya.
Hendaknya manusia memilih seseorang yang baik agama, tabiat, dan akhlaknya agar
turut serta menjadi baik. Kemudian Ibrâhim al-Khawwâsh rahimahullah berkata:
وَالتَّضَرُّعُ عِنْدَ السَّحَرِ، وَمُجَالَسَةُ الصَّالِحِيْنَ
“Penawar hati itu ada lima: membaca al-Qur’an
dengan tadabbur (perenungan), kosongnya perut (dengan puasa-pen), qiyâmul lail
(shalat malam), berdo’a di waktu sahar (waktu akhir malam sebelum Shubuh), dan duduk
bersama orang-orang shalih.” Redaksi orang-orang
shalih diartikan sebagai orang yang berilmu (Ulama). Setelah
bergaul dan meniru, manusia perlu mengetahui alasan atas hal yang mereka
tiru(ibadah) agar mampu mengaplikasikan sesuatu sesuai makna dan tujuannya.
Orang yang memiliki kelebihan dengan ilmu akan mampu melakukannya, sehingga
Ulama mendapat keutamaan dibanding ahli ibadah.
Nabi
SAW telah menjelaskan hal ini di dalam hadits shahih sebagaimana riwayat
berikut ini: Dari Abu Musa al-Asy’ari RadhiyAllahu ‘anhu, dari Nabi ShallAllahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Perumpamaan kawan yang baik dan kawan
yang buruk seperti seorang penjual minyak wangi dan seorang peniup alat untuk
menyalakan api (pandai besi). Adapun penjual minyak wangi, mungkin dia akan
memberikan hadiah kepadamu, atau engkau membeli darinya, atau engkau
mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, mungkin dia akan membakar
pakaianmu, atau engkau mendapatkan bau yang buruk.”
Post a Comment for "Pentingnya Bermajlis dengan orang Alim atau Ulama, Walau Sekedar Duduk dan Memandang"