Sejarah Pagar Nusa
Pada lambang Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pencak Silat
Nahdlatul Ulama Pagar Nusa tertulis Laa ghaaliba Illa billah yang melingkar di
bola bumi; terletak di bawah trisula. Lafaz itu diusulkan KH Suharbillah,
seorang pendekar silat dan salah seorang pendiri Pagar Nusa. Mulanya adalah
kalimat tersebut adalah la ghaliba illallah, kemudian KH Sansuri Badhawi
mengusulkan untuk menggantinya dengan la ghaliba illa billah. Kalimat tersebut
yang digunakan pada lamabang Pagar Nusa hingga sekarang. Artinya semakna dengan
la haula wa la quwwata illa billah. Menurut Kiai Suharbillah lafadz
tersebut, Pagar Nusa ingin kejayaan Islam di Cordova, Spanyol, tumbuh di
Indonesia. juga sangat cocok semboyan sebuah perhimpunan bela diri supaya para
anggotanya tidak takabur. Sebab dengan lafadz tersebut, pendekar berpegang
teguh bahwa tidak ada yang mengalahkan seseorang, kecuali hanya karena Allah.
Dengan slogan itu, pendekar tidak oper dosis bertujuan untuk kemenangan, di
atas langit ada langit
Ketua Umum Pagar Nusa 2012-2017 KH Aizzudin Abdurrahman
menafsirkan lafadz tersebut sebagai tingkat kepasrahan tertinggi seseorang.
Meskipun seseorang sakti, tapi tidak boleh merasa sakti. Termasuk kepada musuh
kita. Meskipun dia terlihat sakti, tapi ketika tidak dilindungi Allah, dia
tidak akan berarti apa-apa. Menurut Gus Aiz, ada slogan lain yang sering
diungkapkan pendiri dan mahaguru beladiri Pagar Nusa yaitu KH Maksum Jauhari,
seorang pendekar pilih tanding Pagar Nusa, yaitu “Pantang menantang walau
kepada lawan, pantang mundur kalau ditantang. Sebetulnya, slogan tersebut tak
jauh dengan laa ghaaliba illa billah.
Sejarah Berdiri dan Para Tokohnya Menurut Ensiklopedia NU,
Pagar Nusa bertugas menggali, mengembangkan, dan melestarikan seni bela diri
pencak silat Indonesia. Nama resminya adalah lkatan Pencak Silat Nahdlatul
Ulama (IPS-NU) Pagar Nusa kemudian sekarang membuang kata ikatan, menjadi
Pencak Silat NU. Sedangkan Pagar Nusa sendiri berarti pagarnya NU dan
bangsa. Pagar Nusa dibentuk pada 3 Januari 1986 di Pondok Pesantren Lirboyo,
Kediri, Jawa Timur. NU mengesahkan pendirian dan kepengurusannya melalui Surat
Keputusan tertanggal 9 Dzulhijjah 1406/16 Juli 1986. Lahirnya Pagar Nusa
berawal dari perhatian dan keprihatinan para kiai NU terhadap surutnya ilmu
bela diri pencak silat di pesantren. Padahal, pada awalnya pencak silat
merupakan kebanggaan yang menyatu dengan kehidupan dan kegiatan
pesantren. Surutnya pencak silat antara lain ditandai dengan hilangnya
peran pondok pesantren sebagai padepokan pencak silat.
Padahal, sebelumnya pondok pesantren merupakan pusat kegiatan
ilmu bela diri tersebut. Kiai atau ulama pengasuh pondok pesantren selalu
merangkap sebagai ahli pencak silat, khususnya aspek tenaga dalam atau hikmah
yang dipadu dengan bela diri. Pada saat itu seorang kiai sekaligus juga
pendekar pencak silat. Du sisi Iain tumbuh berbagai perguruan pencak
silat dengan segala keanekaragamannya berdasarkan segi agama, aqidah, maupun
kepercayaannya. Perguruan-perguruan itu kadang bersifat tertutup dan saling
mengklaim sebagai yang terbaik serta terkuat.
Para ulama-pendekar
merasa gelisah melihat kenyataan tersebut. KH Suharbillah, seorang pendekar
dari Surabaya, menceritakan masalah itu kepada KH Mustofa Bisri di Rembang.
Mereka lalu menemui KH Agus Maksum Jauhari (Lirbow) atau Gus Maksum, yang
memang dikenal sebagai tokoh ilmu bela diri. Pada 27 September 1985 mereka
berkumpul di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang. Tujuannya untuk membentuk
suatu wadah di bawah naungan NU yang khusus mengembangkan seni bela diri pencak
silat. Musyawarah tersebut dihadiri tokoh-tokoh pencak silat dari Jombang,
Ponorogo, Pasuruan, Nganjuk, Kediri, Cirebon, dan Kalimantan. Kemudian
terbitlah Surat Keputusan Resmi Pembentukan Tim Persiapan Pendirian Perguruan
Pencak Silat Milik NU yang disahkan pada 27 Rabi’ul Awwal 1406/ 10 Desember
1985 dan berlaku hingga 15 Januari 1986. Musyawarah berikutnya diadakan
di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, pada 3 Januari 1986.
Musyawarah ini menyepakati susunan Pengurus Harian Jawa Timur
yang merupakan embrio Pengurus Pusat. Gus Maksum dipilih sebagai ketua
umumnya. Nama organisasi yang disepakati dalam musyawarah tersebut adalah
lkatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama yang disingkat IPS-NU yang kemudian
sekarang menjadi PSNU. Ketua PWNU Jawa Timur KH Anas Thohir kemudian
mengusulkan nama Pagar Nusa. Nama “Pagar Nusa" berasal dan KH Mujib
Ridlwan dari Surabaya, putra dari KH Ridlwan Abdullah, pencipta lambang
NU. KH Suharbillah mengusulkan lambang untuk Pagar Nusa, yaitu segi lima
yang berwarna dasar hijau dengan bola dunia di dalamnya. Di depannya terdapat
pita bertuliskan “Laa ghaliba illa billah” yang artinya ”tiada yang menang
kecuali mendapat pertolongan dari Allah”. Lambang ini dilengkapi dengan bintang
sembilan dan trisula sebagai simbol pencak silat. Sedangkan kalimat ”Laa
ghaliba illa billah” merupakan usul dari KH Sansuri Badawi untuk mengganti
kalimat sebelumnya, yaitu ”Laa ghaliba ilallah”. Untuk membentuk susunan
pengurus tingkat nasional, PBNU di Jakarta membuat surat pengantar kesediaan
ditunjuk menjadi pengurus. Surat ini ditandatangani Ketua Umum PBNU KH
Abdurrahman Wahid dan Rais Aam KH Achmad Siddiq. Pagar Nusa mengadakan Munas I
di Pondok Pesantren Zainul Hasan, Genggong, Kraksaan, Probolinggo.
Surat kesediaan
ditempati sebagai penyelenggara munas ditandatangani oleh KH Saifurrizal. la
juga yang menentukan tanggal pelaksanaan acara tersebut, yaitu 20-23 September
1991. Namun, ternyata itu adalah tanggal yang tepat dengan 100 hari wafatnya KH
Saifurrizal sehingga pada pembukaan acara pun terlebih dahulu diadakan
tahlilan. Sesuai hasil Muktamar NU di Cipasung, Tasikmalaya (1994),
Lembaga Pencak Silat NU Pagar Nusa berubah status dari Lembaga menjadi badan
otonom. Kemudian pada Muktamar NU di Lirboyo (1999), status Badan Otonom
kembali berubah menjadi lembaga.
Munas II Pagar Nusa diadakan di Padepokan IPSI Taman Mini
Indonesia Indah, Jakarta, pada 22 Januari 2001. Acara ini diikuti perwakilan
dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, Riau, Bali, Kalimantan, dan
Sulawesi. Bahkan, Jawa Timur yang merupakan pusat pengembangan PSNU Pagar Nusa
mengikutsertakan perwakilan dari cabang-cabang yang ada di 35 kabupaten/kota
se-Jawa Timur dan pondok pesantren. Acara yang dibuka oleh Presiden KH
Abdurrahman Wahid ini membahas agenda-agenda: (1) Organisasi: Membahas masalah
Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) IPS-NU Pagar Nusa; (2)
Ke-Pasti-an: Membahas masalah Pasti (Pasukan lnti) dan perangkat yang lain yang
meliputi seragam dan atributnya, keanggotaan, dan kepelatihan; (3) Teknik dan Jurus:
Membahas, menggali, dan menyempurnakan jurus-jurus yang sudah dimiliki oleh
IPS-NU Pagar Nusa yang kemudian didokumentasikan dalam bentuk hard copy (buku)
dan soft copy (kaset dan VCD).
Saat ini Pagar Nusa
memakai seragam khusus, antara Ialn: (1) Seragam Atlet: baju dan celana
berwarna hitam dengan bagde IPSI dl dada sebelah kanan dan bagde Pagar Nusa d£
dada sebelah kiri dilengkapi sabuk kebesaran warna hijau yang diikatkan dengan
simpul hidup di sebelah kanan; (2) Seragam Pasukan Inti (Pasti) Putra: kemeja
lengan panjang berwarna hitam, celana warna hitam, sepatu hitam PDH dengan
memakai atribut yang telah ditentukan; (3) Seragam Pasukan lnti (Pasti) Putri:
pasukan yang dibentuk dan bertugas pertama kali pada acara Istighatsah Nasional
PBNU di Lapangan Kodam V Brawijaya Surabaya pada 15 Mei 2003 ini memakai
seragam berupa blazer (jas) berwarna hitam, jilbab hitam, celana hitam, dan
memakai sepatu PDH berwarna hitam dengan atribut yang telah ditetapkan; (4)
Seragam Pengurus: baju dan celana warna hitam, jas warna putih, berkopiah
hitam, dan bersepatu PDH warna hitam; (5) Seragam Tim Khos: seperti seragam
pengurus ditambah dengan simbol khusus; (6) Seragam Kebesaran: jubah warna
hitam yang dipakai hanya pada ajang tingkat nasional.
Beberapa tokoh yang pernah menjadi Ketua Umum Pagar Nusa
adalah KH Agus Maksum Jauhari, KH Suharbillah, KH Fuad Anwar, KH Aizuddin
Abdurrahman, dan saat ini H M. Nabil Haroen. (Abdullah Alawi).
Post a Comment for "Sejarah Pagar Nusa"