PEJALAN ( SANTRI )
Wengine Santri Wengine Tresna
Ketika malam telah tiba, yang membawa kasih pada maha kasih, yang
disertai wewangian cinta. Malam bagi para pejalan menjadi irama wewangian,
menjelmakan nyanyian hening dalam sambah hyang, atau sebagian pejalan
memaknainya dengan malam yang berwangi cinta.
Pada suatu waktu yang fana kau aku saling bertanya, “ Apakah
selamanya kita akan menetap “ bersama pagi mengiringi matahari meninggi, awan
menabiri, tatkala haripun beranjak usia. Segenap pandang berakhir ke cakrawala
yang ufuknya merona jingga. Hari pun menemu malam, malam ini begitu melankolik
diantara jaga dan mimpi yang terkapar sendiri.
Para pejalan silih berganti berdialog sunyi, kami seperti di
pecundangi diri kami sendiri, setelah mendapati isyarat-isyarat dari alam atas
tanda tanya Hari demi Hari kami, yang dipenuhi oleh ruang ketiadaan.
Alam adalah sketsa peribadatan
Kemudian, kau aku bertanya pada malam,
“ Malam apa yang kau lakukan ketika malam “ lalu malam menjawab,
“ Alu hanya perlu menjadi diri sendiri, malam hanya perlu menjadi
malam. Dengan kesunyian, dengan misterinya dengan bisikan doa, dengan air mata,
dengan kokok ayam yang mengusirnya.”
Kami memaknai diri kami ialah seorang pejalan. Setiap perjalanan
selalu ada ruang dan ruang-ruang itu berisi pilihan-pilihan, ketika tak ada
rasa memiliki pada pilian sendiri kita akan tersesat arus, terbawa gelombang,
dan kita tak mampu melawan hingga tersempayak-sempayak ke batu karang.
Seringkali kau aku berhenti kepada suatu jalan dan kebingungan
kemanakah arah pulang ?
Kau aku tersesat di sebuah muara, ada banyak sungai bertemu dan
lautan maha luas menambah hilangnya semua arah.
Bagi kami cinta sebagai salah satu prioritas
Lalu tugas kitapun dumulai : ubah cinta, ubah jiwa, ubah dunia.
Cinta dengan semangat juang adalah sebentuk cinta yang kokoh lagi
mengkokohkan. Bukan tentang cinta yang lemah, yang cengeng, yang bonsai. Ini
adalah cinta yang gempita, yang menggema, yang membebaskan.
Jika cinta kita tak di isi dengan visi-visi besar untuk peradaban
dan kejayaan agama Allah, maka yang remeh-temeh tak bermakna akan menghantui
dan mengisi penuh ruang yang terbentang antara mata dan hati.
Ialah api cinta, yang maha guru kami tanamkan beliau “ KH. Ali
Mu’in Amnur, Lc, M.Pd.I.” dari segala arah beliau memandang, menjelma menjadi
cermin, akar dari segala akar sebagai penopang untuk kami terus tumbuh.
“ Emas dimanapun tempat
tetaplaj emas “ Lewat sebuah “ Malam seni” wengine santri wengine tresno
Kami memantik para pejalan yang lain. Seni adalah ledakan, seni
yang menyatukan. Menurut beliau, seni itu indah, dan Allah menyukai sebuah
keindahan.
Kami membuka ruang untuk mereka menyatu dalam segala rasa yang
terus tumbuh, dari meraba ke berbagi arah, akhirnya sampai pada satu titik
untuk menguatkan berbagai hal, dengan dengan harapan merdekalah bagi para
pejalan, bebas dalam berkarya, berekspresi, menuangkan ide-ide gagasan, serta
melawan belenggu kebodohan yang memperbudak mental.
Gerak dunia semakin pelik, beberapa faktor yang dianggap berbeda
seringkali menjadi awal perpecahan antar saudara.
Kami mencoba menyatukan ketiga komponen Eksistensi antara Agama,
budaya dan sains. Merawat serta menjaga, guna saling menghidupi sebuah
kehidupan, yang toleran, yang kuat, dan indah.
Jika hidup adalah sebuah fungsi waktu, maka bagi seorang mukmin
nilai puncaknya harus di raih dalam grafik ujung kanan, kematian. Di sanalah
harus di citakan sebuah akhir yang setinggi-tingginya. Dan tentunya kita semua
memiliki kemampuan yang mengagumkan untuk mereda mimpi, merajut cita-cita, dan
menyusun rencana, Tetapi semua kemampuan itu tidak pernah lebih kuat dari pada
kemampuan kita untuk menunda.
Untuk malam ini. Malam yang berwangi cinta, setapak demi setapak
kau aku berproses, setiap jalan yang dilalui dengan hati, semesta mengamini doa
melati yang merekah dari keindahan.
“Mari jadikan hari ini lebih berhati
Ingatan cinta kau aku menjadi abadi.”
Post a Comment for "PEJALAN ( SANTRI )"